• twitter
  • rss
Jumat, 28 Mei 2010
0

PANGKALAN BUN – Amanah berbakti untuk Kobar akan saya laksanakan sepenuh hati. Tak ada yang lebih penting dalam hidup saya selain memajukan Kobar, mendorong pembangunan agar masyarakat Kobar semakin sejahtera. Masih banyak yang perlu saya lakukan, dan saya yakin mampu melaksanakannya. Maka ijinkan saya memimpin Kobar lagi. Semua ini terserah Allah dan masyarakat Kobar, niat saya siap berbakti.

Demikian janji Bupati Ujang Iskandar, ketika dalam suasana haru bertemu dengan Kabar Kobar. “Saya memang tak punya uang banyak, bahkan kewajiban perusahaan saya di sebuah bank, belum lunas. Tapi tak masalah, karena itu adalah kewajiban perusahaan. Andaikan saya mengambil uang rakyat, kredit yang Rp 2,8 miliar itu dengan mudah saya lunasi,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Suatu subuh di Pangkalan Bun, tanpa ajudan dan pengawal, dengan menyetir sendiri, Bupati Ujang memenuhi janji bertemu di warung kopi pinggir jalan. Dari rumah ia membawa satu kantong plastik berisi pisang goreng dan singkong hangat. “Ini oleh-oleh dari orang rumah,” kata Ujang sembari tersenyum. Gayanya sungguh merakyat. “Sini ngobrol rame-rame,” katanya kepada tiga pria sekitar yang tadinya segan untuk mendekat.

“Pendidikan gratis, berobat gratis, jagung untuk memanfaatkan lahan kosong, Bank Perkreditan Rakyat, Piala Adipura Insya Allah menjadi 4 kali, juara dua di Kalteng untuk kesehatan, pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pertumbuhan nasional, bersalin gratis, dan banyak lagi, memang sudah cukup membantu masyarakat. Namun masih banyak yang bisa saya lakukan untuk memajukan Kobar. Maka saya memohon kepercayaan masyarakat Kobar agar diberi kepercayaan melanjutkan kepemimpinan,” tutur Ujang.

Dalam lima tahun berakhir, Ujang mengaku menumpahkan semua perhatian untuk masyarakat. Waktu untuk dirinya sendiri hampir tidak ada, karena melaksanakan tugas ia lakoni sebagai amanat. Ujang mengaku beruntung didukung keluarga, terutama istrinya, Yustina. Untuk mengurus usaha pribadi tidak ada waktu, sehingga kredit di bank belum dilunasi. Namun bagi Ujang, kredit itu tak masalah, karena kredit/utang lancar dan fundamendal perusahaan sangat baik.

Mengenakan celana jeans, kaos dengan jaket tipis, sepatu sendal berwarna hitam, Ujang tampak sederhana. Takala bertutur, sesekali ia meluruskan kaca matanya. Tutur kata yang santun, sembari tersenyum, Ujang menjawab semua pertanyaan. Tak ada kesan sebagai pejabat, ia tampil seperti masyarakat kebanyakan. “Asli saya sebetulnya seperti ini. Boleh tanya teman-teman seusia saya, sesekali ngopi di pinggir jalan,” ungkapnya.

Dulunya, Ujang mengaku tidak terlalu tertarik pada politik. Ia lebih tertarik menciptakan lapangan kerja untuk orang banyak. Di kemudian hari, Ujang merasa terpanggil untuk berbakti, sehingga 5 tahun silam mencalonkan diri menjadi Bupati. Ujang bukan ingin jabatan, tetapi dengan posisi itu ia merasa bisa merealisasikan program yang dia yakini baik. Setelah menjadi Bupati, niat itu dia laksanakan, sehingga hasilnya seperti sekarang.

Ujang mengakui, tak semua programnya memuaskan seluruh lapisan masyarakat. Tetapi hal ini harus dipahami sebagai dinamika dan tak semua hal bisa dicapai sekaligus. “Bersalin gratis tak populer bagi yang sudah mempunyai 3 anak. Semacam itulah, sehingga saya masih memerlukan kesempatan untuk agar kebijakan-kebijakan Pemda dinikmati lebih banyak lapisan masyarakat,” kata Ujang dengan roman wajah berjanji.

Sudah terbukti berhasil, masyarakat pasti mendukung, Pak Ujang.

    0 komentar:

Posting Komentar