• twitter
  • rss
Kamis, 13 Mei 2010
0

PANGKALAN BUN- Nurani publik tiada pernah bohong. Manakala alasan aniaya dinilai publik tidak berdasar, maka orang yang dianiaya bukannya dibenci atau dicap tak becus, malah mendapat simpati. Masyarakat langsung menjalankan mekanisme nurani publik, memberi dukungan/suara bagi orang benar namun dianiaya. Ini bukan teori, tetapi fakta, sebagaimana pengalaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2004. Menurut penilaian pers pada masa itu, SBY dilemahkan oleh rejim Megawati Soekarno Putri. Hasilnya, bukannya Mega meraih mayoritas, justru Partai Demokrat dan SBY yang memperoleh simpati publik. Nurani publik adalah laksana cinta, memberi apa yang bisa diberi. Jika suara yang bisa diberi, publik selalu menjalankannya.

Pengamat politik Muhammad Ramli, dalam pengalaman sebagai konsultan Pemilu Kada, upaya terbaik seorang kandidat untuk menaikkan elektabilitas adalah dengan menonjolkan sisi-sisi positif atau kelebihan dalam dirinya. Tentu, hal ini tak bisa disulap dalam tempo singkat. Aniaya macam apa yang sudah ditimpakan kepada kandidat H Ujang Iskandar? Tentu saja upaya membatalkan pencalonan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada yang berharap, jika UJI sudah gagal, maka Pemilu Kada akan ditunda, akan ditunjuk bupati care taker. Ada yang berharap, UJI yang mempunyai elektabilitas tertinggi di Kobar, tak bisa lagi menjadi kontestan.

Untuk menjegal UJI, isu kredit lancar di BNI Tbk Pangkalanbun atas nama CV Berkat Illahi dikocok sedemikian rupa. KPU diunjuk rasa, Panwaslu didatangi massa, bahkan Pengadilan Negeri (PN) sebagai lembaga peradilan mandiri juga dipaksa membatalkan rekomendasi terhadap UJI. Tetapi apa hasil semua tekanan itu? Ketua Pokja Pilkada KPU I Gusti Putu Artha menegaskan, KPU sendiri tidak bisa lagi membatalkan/menunda Pilkada Kobar, kecuali karena sebab-sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 68 UU 10/2008, yaitu karena sebab-sebab bencana alam, calon meninggal dunia dan lain-lain. Di luar itu, sama dengan melanggar UU. KPU, tidak akan pernah dan tidak mau melanggar UU.

Wewenang KPU sudah diatur dalam UU. Jika calon sudah ditetapkan, maka KPU siap bertanggung jawab. Apabila di kemudian hari ditemukan sesuatu yang salah, koreksi hanya bisa dilakukan setelah Pilkada, dan hanya bisa dikoreksi apabila ada putusan hukum berkekuatan tetap,” tegas Putu Artha dalam audiensi dengan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan koalisi lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kobar, sebagaimana ditulis Radar Sampit, baru-baru ini.

Putu Artha menegaskan, jangan ada pihak yang mendorong KPU untuk melanggar kompetensi yang sudah diatur dalam UU, semisal mempertanyakan soal utang-piutang di bank. Penilaian atas masalah utang-piutang, adalah wewenang pengadilan. Sehingga bukan wewenang KPU untuk mempertanyakan isi rekomendasi pengadilan.

Sekjen KIPP Muchtar Sindang mengatakan, sejak awal KIPP sudah mengingatkan kompetensi KPU tidak bisa diintervensi. “KIPP sebagai organisasi independen, dengan ini mengimbau, semua pihak hendaknya menghormati wewenang KPU yang sudah diatur resmi melalui UU 10/2008,” kata Muchtar Sindang.

Setelah KPU menyatakan sikap tegas, apakah upaya pihak tertentu membatalkan Pemilu Kada menjadi berhenti? Sama sekali tidak. Dengan teknik sederhana dalam jurnalisme negatif, yaitu hanya “membuat pertanyaan dan mengabaikan jawaban,” berbagai pihak didorong untuk menunda/membatalkan Pemilu Kada Kobar. Panwaslu Kobar menjadi sasaran, juga Bawaslu di Jakarta. Penguasaan atas sebuah media massa cetak dan televisi di Jakarta, juga turut menyiram minyak ke bara api serangan.

Bagaimana jawaban Panwaslu atas desakan supaya Panwaslu merekomendasikan pembatalan calon? Ternyata, nu-rani Panwaslu sama dengan nurani KPU. Kedua lembaga itu tentu bukan karena mendukung UJI, tentu saja mereka netral, namun sepak-terjang mereka juga diatur Pasal 68 UU 10/2008. Mereka tak bisa bertindak di luar UU. KPU-Panwas bersikap tegas, rekomendasi pengadilan tak bisa dibatalkan jika tidak ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Mau soal ada utang, dan nyatanya utang itu adalah kredit lancar, merupakan wewenang pengadilan. Di lain pihak, pengadilan tak mungkin gegabah mencabut rekomendasi, kecuali ada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Sementara ini, ada sebagian pihak yang menilai, Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun bisa saja mengoreksi rekomendasi yang sudah diberikan kepada Ujang Iskandar, tanpa melalui putusan pengadilan. Orang lupa, tak ada putusan, karena tak ada fakta baru. Ada pun tudingan sebagian orang bahwa Ujang ada utang di BNI, sebetulnya adalah utang lancar biasa.

    0 komentar:

Posting Komentar